Sabtu, 31 Desember 2011

Pas Akhir Tahun 2011

Akhirnya, aku ketikan lagi segala apa yang ada di pikiran aku pagi ini, 1 Januari 2011. Aku baru tersadar pagi itu, kalu begitu bodohnya aku dan begitu mudahnya manusia untuk melampiaskan rasa senang yang berlebihan pada segala yang ada di dunia ini.
Aku awali dari sore hari, 31 Desember 2011, sekitar pukul 19.00. Aku merasa terganggu dengan suara berisik warga, sepeda motor, dan kendaraan lain yang mengeluarkan carbon monoksida di jalan depan kosanku. Aku mulai berpikir, sedang terjadi apakah di luar sana? Aku baru tersadar kalau hari itu adalah hari terakhir di tahun 2011. Mungkin mereka ingin merayakannya di luar sana. Aku mencoba keluar dari pintu kamar kosku dan mulai berjalan di sepanjang jalan sekitar Bateng-Bara. Ramai suara motor dan mobil, terompet, petasan, dan kembang api. Ada juga bau asap sang penjual jagung bakar di samping pintu Berlin. Aku lihat penjual itu mulai dari tadi pagi sampai malam duduk disana berdua dengan sang anak yang usianya kurang lebih 7 tahun. Aku lanjutkan lagi kaki ini untuk melangkah menuju Alfamidi. Aku hanya membeli sebuah es krim kesukaanku dikala aku sendiri. Di sana, kulihat beberapa bahkan banyak orang memborong soft drink, cemilan, kue, dan minuman bersoda lain. Aku tanya pada salah seorang dari mereka, buat apa mereka membeli makanan sebanyak itu? Dijawablah oleh seorang sahabatku, buat begadang peringatan tahun baru katanya. Oh, aku mulai berpikir lagi, seumur hidup aku belum pernah merayakan tahun baru, aku hanya melihat petasan yang dibunyikan oleh tetanggaku di kampung sana. Aku keluar dari Alfamidi dan bertemulah aku dengan sahabatku. Aku diajak ke atas gedung di IPB. Di sana aku makan bareng sahabatku itu. Ini adalah pertama kalinya aku makan besar di malam tahun baru. Aku menyulut kembang api yang diberikan sahabatku itu. Di tengah perjalanan, aku merasa ada sesuatu yang seharusnya tidak boleh aku tinggalkan, yaitu belajar. Aku mulai tersadar kalu aku harus meninggalkan sahabatku itu. Aku pergi meninggalkan sahatku itu dengan berbagai alasan. Aku kembali menyusuri jalan Bara. Bertemulah aku dengan sabatku lagi yang tengah makan di depan telkom. Aku hanya terdiam begitu juga sahabatku itu. Di lamunanku itu, aku berpikir banyak para perempuan-perempuan yang sudah balig yang memakai pakaian yang tak selayaknya dipakai. Mereka memamerkan sebagian dari tubuhnya. Dan aku mulai berpikir lagi, itu sanagt buruk bagi citra kami, para perempuan. Aku merasa risih dengan pakaian ketat, celana pendek, dan pakaian yang hanya menutupi sedikit dari dada mereka. Akupun langsung beranjak dari tempat duduku itu menuju kost. Aku mulai merebahkan badanku ini di lantai kamarku. Aku pun mulai melamun lagi. Kalau motor dan mobil itu adalah penyumbang carbon monoksida yang sangat berbahaya dan carbon dioksida, kertas petasan dan terompet merupakan hasil olahan kayu hutan dan kita adalah salah satu dari orang yang merusak hutan secara tidak langsung, kita adalah sumber kemacetan jikalau kita ,elakukan perjalanan di jalan raya dan menambah beban polisi, kita sebagai penyumbang polutan sampah anorgaik. Akankah kita akan menjadi salah satu orang yang membuat bobrok bangsa ini? Di tengah lamunanku,, aku mendengar suara berisik itu lagi muncul. Ternyata suara petasan dari tetangga. aku mulai beranjak menuju lantai tiga kosanku. Aku melihat keindahan kota Bogor. Tapi, aku juga mulai resah. Berapa uang yang mereka habiska demi petasan dan kembang api tersebut Dan apakah esensi dari itu semua? Aku mulai membuka Facebookku yang telah lama tinggalkan. Terlihat banyak status "Happy New Year", aku juga mulai bingung. Aku juga mendapatak SMS Selamat Tahun Baru. Sebenarnya, apa sih yang mereka lakukan? Cobalah berpikir ketika tahun baru Hijriah, apakah kita merayakannya? Kalau ada perayaan Tahun baru Hijriah, apakah kita mengikutinya? Apakah kita akan berubah menjadi yang lebih baik? Apakah kita menyalakan petasan dan kembang api? Apakah kita membuat sebuah permohonan? Atukah kita lupa akan adanya tahun baru Hijriah?
Ya Allah,,,, Betapa bodohnya aku ini sebagai umat-Mu. Aku belum tersadar akan itu semua. Aku merasa tak ada guna. Aku belum bisa membedakannya, dan masih banyak kesalahan-kesalahan yang telah aku perbuat.
Maaf, ini hanyalah tulisan manusia biasa. Aku hanya menulis apa yang aku pikirkan. Hheeee....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar