Selasa, 29 November 2011

Tidak Ada yang Mustahil


Nama               : Sundari
NRP                : A24100045
Departemen     : Agronomi dan Hortikultura/Fakultas Pertanian

Tidak Ada yang Mustahil

Kehidupan itu akan terus berjalan sampai nanti ketika dunia ini telah kehilangan kemampuannya untuk melindungi umat manusia dan isinya. Saat itu pula, usaha untuk lebih baik, lebih maju, dan lebih, dalam segala aspek kehidupan akan terus ada. Itulah ibarat kehidupan saya, keluarga saya, orang-orang di dekat saya, dan Bidik Misi.
Kala itu, tak pernah ada impian untuk melanjutkan ini semua dan tak ada lagi yang memberikan lagi sebuah harapan dan dorongan kecuali keluarga. Rasa putus asa dan menyerah seakan menjadi bayang-bayang yang terus menari indah di pikiran ini. Ingin rasanya membuang jauh-jauh rasa itu dan menggantinya dengan semangat baru. Semangat yang akan membawa sebuah perubahan besar, semangat tanpa rasa lelah yang akan terus dikobarkan, dan semangat untuk sebuah impian dan harapan.
Terus terbayang kala harus berbagi tempat tidur, terbayang kala harus berjuang keras mencari tambahan untuk makan hari itu, terbayang kala harus berjuang malawan terik matahari dan hujan ketika berangkat ke sekolah dengan sepeda, tebayang kala harus mencari surat keterangan tidak mampu dari kelurahan untuk mendapatkan keringanan biaya SPP, dan masih terus terbayang kegigihan orang tua kala harus merawat anak-anaknya dan membuang rasa lelah demi kehidupan yang lebih baik. Andaikan semua orang dapat merasakan itu semua, mungkin tak akan pernah ada rasa sombong, angkuh, dan akan ada rasa saling memiliki, memberi, dan rasa kebersamaan yang diidamkan setiap umat di dunia ini.
Undangan USMI dari IPB tiba di SMA Negeri 2 Purworejo ketika saya duduk di bangku kelas XII IPA. Kesempatan itu tak saya sia-siakan. Berbekal uang tabungan yang saya kumpulkan, saya memberanikan diri untuk mendaftarkan diri. Belum terpikirkan masalah pembayaran biaya masuk IPB. Yang ada hanyalah doa dan harapan diterima di IPB.
”Selamat, Anda diterima di IPB dengan Departemen Agronomi dan Hortikultura”, begitulah kalimat yang diucapkan guru BK di sekolah. Rasa senang bercampur sedih terus ada. Rasa senang kala diterima di IPB dan rasa sedih kala diharuskan membayar sejumlah uang. Ingin rasanya melepaskan IPB dan hanya menjadi seorang buruh tani di sana, membatu Bapak dan Ibu yang telah ringkih menghadapi kerasnya kehidupan. Tetapi ada sebuah kalimat yang terus terngiang di benak ini, yaitu, ”Jangan pernah lepaskan kesempatan ini nak, kalau rezeki, nanti Allah juga akan menggantinya dengan yang lain,”itulah kalimat yang terucap dari bibir seorang ibu sambil terus memeluk erat tubuh ini. Rasa semangat ini kembali muncul,walaupun ada sedikit rasa pesimis dalam hati.
Ada seorang sahabat yang memberi tahu akan adanya Beasiswa Bidik Misi. Bidik Misi, sebuah beasiswa yang dikeluarkan DIKTI dan baru pertama kali dirilis. Saya mencoba mendaftarkan diri bersama dua teman saya, Tri dan Mutiono. Mencari surat-surat, baik dari kelurahan ataupun kecamatan, dan merelakan waktu demi pendaftaran Bidik Misi. Tidak berhenti begitu saja perjuangan saya. Setelah melakukan pengiriman persyaratan Beasiswa Bidik Misi, saya juga harus bekerja lebih giat lagi. Menjadi pelayan toko, penjaga toko HP, ataupun menjadi buruh cabai dan bayam pernah saya lakukan. Sedikit demi sedikit, saya kumpulkan uang untuk menambah tabungan disaat saya jauh dari orang tua. Entah berapa yang didapatka kala itu, yang penting dapat sedikit meringankan beban Bapak dan Ibu.
Enam belas Mei 2010, surat saya terima dari IPB, yang isinya saya diterima sebagai penerima beasiswa Bidik Misi. Rasa haru dan senang bercampur menjadi satu. Sebuah impian kecil sudah digenggaman tangan, tinggal menjalani impian-impian lain yang belum didapatkan. Impian-impian penuh harapan dan impian-impian yang didoakan oleh sesosok bidadari, yaitu orang tua.

Perjalanan Pertama untuk Meraih Sebuah Impian
Kereta ekonomi tujuan Stasiun Pasar Senen saya tumpangi saat pertama kali akan ke IPB. Sendirian tanpa pendamping dan hanya ditemani barang-barang pribadi yang jumlahnya lumayan sedikit. Turun di Stasiun Jatinegara dan dijemput oleh kakak ipar kala itu, dan langsung menuju ke Bogor sebelum esok hari melakukan registrasi berkas-berkas. Senang, itulah yang saya rasakan kala itu karena telah menjadi seorang keluarga baru di Institut Pertanian Bogor.
Kesan pertama yang saya rasakan adalah sungguh megah dan besarny IPB ini. Ketika memasuki area asrama, sesak penuh mobil pengantar calon mahasiswa yang ditemani orang tua. Sedangkan saya? Hanya seorang diri setelah ditinggal kakak saya. Ingin rasanya menangis, tapi apalah daya. Keterbatasan biaya transportasi yang menjadi kendala. Dalam hati, saya pasti bisa mandiri dan melihat kedua orang tua tersenyum.
Hari demi hari saya jalani di IPB. Banyak teman yang saya kenal. Banyak budaya yang saya pelajari, dan keberagaman kepribadian yang telah saya temui. Saat itu saya mulai tersadar betapa pentingnya kedewasaan itu, baik menghadapi masalah ataupun menghadapi keberagaman yang ada di sekeliling. Di sini, saya juga bertemu dengan para penerima beasiswa Bidik Misi lainnya. Mereka sungguh orang-orang luar biasa yang telah diciptakan Tuhan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Dalam hal ini, saya mengambil pelajaran bahwa ternyata saya masih sedikit beruntung dibandingkan orang-orang lain di luar sana. Saya masih dapat melanjutkan pendidikan disaat bayak orang-orang tidak dapat sekolah. Kesadaran betapa pentingnya pendidikan itu mulai saya rasakan. Adanya pendidikan dengan kualitas yang baik, menciptakan sumberdaya manusia dengan kualitas yang baik pula.
Menjadi seorang aktivis petani dan anak, itulah salah satu impian yang muncul setelah saya menjalani berbagai rangkaian kehidupan dan kegiatan selama di IPB. Bertemu dengan orang-orang yang mempunyai pandangan yang sungguh luar biasa.

Orang-orang Luar Biasa
Acara Kewirausahaan BEM TPB IPB, itulah yang saya ikuti. Di acara ini, saya bertemu dengan tiga rekan saya dan sampai sekarang telah menjadi sebuah keluarga kecil. Riswan, Budi Firman, dan Dhea, orang-orang yang mempunyai semangat bisnis. Saya memulai bisnis dengan mereka ketika TPB. Kami bersama-sama mencari uang dengan berjualan makanan-makanan ringan dan dikumpulkan uangnya untuk diputarkan kembali. Akhirnya, dengan uang Bidik Misi kami mempunyai sebuah perusahaan kecil bernama Rumah Jamur. Disini, kami melakukan budidaya dan pengolahan jamur. Hasil olahan berupa puding jamur dan jamur krispi kami jual sendiri, dan keuntungannya kami gunakan untuk menambah uang saku kami. Satu lagi yang dapat diambil hikmahnya, yaitu tidak terlalu mengandalkan uang bulanan dari Bidik Misi. Kita dapat melakukan hal-hal seperti ini, karena dengan ini kemandirian dan kedewasaan akan terbentuk. Di sini, saya juga belajar tentang sebuah manajemen bisnis, kepemimpinan, manajemen keuangan, produksi, dan pemasaran. Dan hasil sebuah perjuangan berat ini, kami dapat memperluas jaringan usaha ini dan terus merambah hingga ke pelosok-pelosok kampus.
Semua itu diawali dari sebuah hal-hal kecil. Dengan ikhtiar dan doa, semua yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Semua yang awalnya hanya sebuah angan yang mungkin kadang tidak akan masuk akal, akan benar-benar terjadi. Sungguh Tuhan akan selalu disamping kita dikala kita selalu dekat dengannya. Dalam hidup ini, ”tidak ada kata mustahil” selagi kita mampu untuk berjuang, berusaha, dan berdoa. Yang ada hanyalah ”belum tercapai” dengan apa yang kita dambakan.
Beasiswa Bidik Misi sangat membantu kami. Tak ada dia, mungkin kami tak di sini. Kami mendapatkan pelayanan yang sungguh luar biasa. Tetapi, mungkin kami juga terlalu dimanja hingga akhirnya kamipun terlena. Disaat uang Bidik Misi yang dikirimkan perbulan tak keluar, kami merasa bingung dan berpikir, kami mau maka apa besok? Tapi menurut hati saya pribadi, tak ada gunanya terus mengeluh dan bahkan hanya mengandalkan beasiswa Bidik Misi. Harus ada sebuah perubahan, supaya rasa manja tersebut  hilang. Misalnya kita dapat menabung sebagian uang beasiswa, kita dapat menggunakan sebagian uang beasiswa kita untuk membuka suatu usaha baru yang kreatif dan inovatif, ataupun menggunakan sebagian uang beasiswa untuk membantu orang-orang di sekeliling kita.

Minggu, 06 November 2011

Salam Semangat

SEMANGAT..SEMANGAT...SEMANGAT...
Salam semangat untuk kita semua yang selalu mendapatkan kenikmatan dari Tuhan.
Tebarkan semangat untuk Anda, orang tua Anda, teman seperjuangan Anda, dan orang yang mengasihi Anda. Tebarkan senyum dan tepuklah pundak dan hati Anda dan orang-orang di sekitar Anda. Karena hidup tanpa semangat hanyalah omong kosong tak ada guna.

Semangat adalah sebuah kata sederhana penuh makna dalam memotivasi hidup ini. Tanpa semangat mungkin kita hanyalah "sampah" tak ada guna, tak ada aksi nyata, dan tak ada perubahan dan usaha. Semangat janganlah ditunda-tunda, mulailah dari hari ini. Mungkin dengan semangat ini akan ada lagi persatuan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Mulailah dari hal-hal kecil, janganlah takut akan keadaan.

BUKTIKAN... Ayo kita buktikan akan adanya sebuah keajaiban dan kenikmatan dengan semangat. Oh iya,,, jangan lupa berikan senyuman pada setiap keadaan. Jangan mau kalah sama keadaan yang Anda alami. Katakan lagi pada orang yang ada di dekat Anda, rangkul lagi mereka yang telah kehilangan semangat, rangkul lagi mereka yang telah berubah, rangkul lagi mereka dengan senyuman.

Kalo mereka pikir, "Apaan sih..." berikan penjelasan tentang apa yang terjadi dengan sedikit basa-basi yang menyentuh hati mereka. Katakan arti sebuah keajaiban semangat. Janganlah jadi orang lemah. Kalau mereka tetap tidak berubah, katakanlah "yaudah ini pilihan Anda, janganlah menyesal."

Masalah pasti akan senantiasa datang menghampiri kita. Tapi apakah masalah itu bisa kita atasi? Jawabannya "PASTI BISA". Renungkanlah solusinya, jangan mencari sebab masalah tersebut. Kadang memang titik jenuh menghampiri dan perpecahan akan datang. Tapi yakinkanlah pada diri kita kalau kita tak akan pernah menyerah.
SEMANGATLAH, TERSENYUMLAH, CARI SOLUSI, RANGKUL MEREKA KEMBALI.. InsyaAllah kita kan bersatu kembali.

Saya dan Bidik Misi

Saya tak pernah menyangka sebelumnya. Mungkin ini hanyalah sebuah mimpi belaka ketika harus melanjutkan kuliah. Saya tidak pernah mendapatkan kepastian dan harapan. Mimpi kosong, harapan tiada kepastian, itulah yang saya alami kala itu. Untuk makan hari itu juga keluarga saya cukup repot, apalagi kuliah? Itulah salah satu pertanyaan yang mungkin tiada lagi akan ada jawaban, tanpa adanya suatu usaha dan perubahan.
Saya diterima IPB dan saya harus membayar sejumlah uang kala itu. Saya bingung, akankah saya mundur saja dari ini semua? Tapi petunjuk-Nya mengatakan tidak. Janganlah hanya putus asa, berharaplah akan ada sebuah kejaiban yang datang jika kau putus asa. Itu kalimat yang saya pegang teguh.
Akhirnya harapan dan keajaiban itu semua datang menghampiri saya. Saya diterima Beasiswa Bidik Misi yang dikeluarkan oleh DIKTI. Betapa bersyukurnya saya kala itu sampai juga hari ini. Bidik Misi yang membangkitkan semangat saya untuk menjadi manusia yang akan membawa perubahan untuk keluarga, mencerahkan akan harapan dan impian saya, kedua orang tua saya, dan keluarga saya. Dengan Bidik Misi saya mapu melanjutkan kuliah. Tak ada kata lain selain bersyukur atas nikmat Allah bagi saya. Bagi saya Bidik Misi adalah yang terbaik.
Bagi teman-teman semua, janganlah kita mengecewakan orang tua kita dan tentunya Bidik Misi yang telah memberikan kita sebagian impian kita. Kita buktikan kalau kita bisa melkukan yang terbaik, jangan hanya berharap "kapan uang bulan ini keluar?", tetapi maknailah semua yang terjadi di dunia ini. Ayo bangun negeri dan bangsa ini bersama Bidik Misi, supaya ada senyuman dan harapan untuk bangsa ini.
"Bersama Bidik Misi, untuk harapan dan keyakinan
Buatlah mereka bangga, orang tua kita, di sana"

Kedamaian

"Allahuakbar,allahuakbar,allahuakbar
Laailahailallahhuallahhuakbar
Allahuakbarwalillah ilham"
Terdengar gema takbir berkumandang menyebut nama-Mu. Begitu damai hati dan jiwa ini kala menyebut dan mengagungkan nama-Mu. Tak ada kata lain selain diri-Mu satu.
Mungkin itulah yang dirasakan setiap umat manusia di dunia ini kala mendengar gema takbir. Setiap insan yang bernyawa pasti akan merasakannya, kedamaian dan kebahagiaan. Ditambah ketika melihat dan melaksanakan shalat Idul Adha berjamaa. Begitu banyak makhluk kecil yang penuh dengan dosa ini terus menagungkan nama-Nya.
Hewan kurban pun menjadi pelengkap rasa syukur kami terhadap-Mu atas karunia rezeki yang telah didapatkan. puncak dari Ibadah Haji adalah hari ini, 10 Zulhijjah. Ketika semua orang berharap di tanah suci sana menjadi haji yang mabrur. Mereka berjejal dengan orang lain untuk melemparkan jumroh, mengusir semua setan yang ada, merasakan kecil di hadapan-Nya.
Sungguh mulia hari ini. Sungguh damai hari ini. Sungguh banyak kenikmatan hari ini.
Selamat Idul Adha,,,

Selasa, 01 November 2011

Kurang Sopankah Kami?

Ini bukan sekedar curhatan dari pikiran gue yang dicurahkan dalam bentuk tulisan, tetapi sebuah kenyataan yang ada di sekitar kita. Dan mungkin kita pernah mengalaminya dan tulisan ini semoga menjadi koreksi bagi departemen yang bersangkutan ataupun departemen-departemen lain untuk meningkatkan pelayanan kepada mahasiswa.
Tak ada niat lain lagi bagi kami untuk sekadar mencaari informasi dan melakukan melakukan konsultasi dengan seorang dosen di salah satu departemen di IPB. Mungkin kami, kelompok tiga tak akan melakukan konsultasi jika tidak diwajibkan oleh dosen praktikum. Dan saya tidak akan menyebutkan nama departemen tersebut dengan berbagai alasan.
Awal cerita dimulai yaitu hari Selasa, 1 November 2011. Kala itu,gue berdua sama temen satu kelompok gue disuruh dosen praktikum untuk mencari nomor HP dosen pembimbing kelompok kami. Kami dianjurkan untuk meminta nomornya di Komdik departemen tersebut. Kami pun mengikuti saran yang disampaikan dosen kami.
"Ibu, maaf. Saya dari departemen X disuruh oleh dosen praktikum kami untuk meminta nomor HP Ibu Y di komdik untuk keperluan konsultasi."kata gue.
"Oh. Maaf dek. Buku telepon dosennya hilang, jadi kami tidak lagi memegang informasi tentang nomor HP dosen yang adek tanyakan. Coba hubungi TU departemen kami." jawab petugas komdik.
"Makasih ibu."
Gue dan temen gue langsung jalan menuju TU yang letaknya di lantai 3. Gue naik satu persatu anak tangga demi sebuah nomor HP seorang dosen. Lima menit kemudian kami tiba di komdik departemen tersebut. Sekarang giliran temen gue yang tanya.
"Ibu, maaf mengganggu. Kami dari departemen X yang mengambil mata kuliah B mau  disuruh sama dosen praktikum kami untuk meminta nomor ibu Y untuk keperluan konsultasi tugas."kata temen gue
"Hah..Memang disuruh ya sama dosennya? Siapa nama dosen praktikum Anda?"kata penjaga TU.
"Ibu A, Bu."
"Oh.. Ada yah tugas matakuliah yang wajib konsultasi? Bentar ya saya sms ibu Y."
"Iya bu."
Beberapa menit kemudian.
"Nih baca smsnya dari Ibu Y. Kata ibu Y dia itu tidak mendapat tugas untuk membantu konsultasi."
"Tapi, kami disuruh Ibu A untuk konsultasi sama ibu Y."
"Kamu itu ngeyel banget sih. Nih baca makanya smsnya (sambil ngasih HP ke temen gue."
"Oh ya Bu, tapi kalau sekadar minta nomor HP terus kami yang coba tanyakan, bagaimana?"
"Kamu itu yah,sudah saya bilang barusan. Udah sana pegi."
Kami pun diusir dari TU. Dan tidak hanya kami, temen gue dari kelompok lain juga mendapatkan perlakuan yang sama dari staf TU di departemen tersebut. Selain itu, temen saya yang akan menyerahkan surat izin sakit juga mendapat usiran dari staf TU.
Apakah pelayanan kemahasiswaan yang seperti ini akan terus berlanjut ataukah akan mendapatkan perbaikan? Gue sebagai mahasiswa dan 'korban' untuk kesekian kalinya telah merasa muak dengan semua ini. Bukannya membandingkan, tetapi di salah satu departemen terbesar di IPB pelayanannya sangat memuaskan dan ramah-ramah pegawai stafnya. Gue ingin sebagai klien ataupun mahasiswa akan adanya sebuah pelayanan yang memuaskan Cukup itu saja tidak lebih, demi terciptanya image baik di setiap departemen di IPB.

Satu Hal, Buat Bangsa Indonesia

"Bukan kebetulan elo lahir pada zaman ketika Indonesia sedang seperti ini, dan bukan kebetulan juga elo membaca tulisan ini..."
Itulah kutipan kalimat dari buku Nasional Is Me. Buku ini mengisahkan tentang perjalanan hidup penulis, Pandji. Gue suka banget kalimat tersebut karena itu mengandung makna kalau kita dilahirkan di zaman ini untuk berkarya dan membangun bangsa ini menuju arah yang lebih baik. Banyak hal yang dapat kita lakukan untuk bangsa ini. Kita boleh selalu menyendiri dan selalu belajar untuk mengejar IPK terbaik, tapi alangkah lebih baik kalau kita lebih mengenal lingkungan kita apalagi bangsa kita.

Impian Gue
Banyak mimpi-mimpi yang belum gue raih. Salah satunya melihat bangsa gue tersenyum dan bangga terhadap apa yang gue lakukan. Gue ingin menulis sebuah buku tentang basa gue sendiri, terutama daerah kecil tempat lahir gue, Purworejo. Dari tulisan itu, semua orang akan tersadar dengan apa yang ada dan dimiliki bangsa ini. Jangan hanya tahu tentang keburukan saja, tetapi potensi apa yang ada di bangsa ini.
Purworejo, sebuah kabupaten kecil di ujung selatan Jawa Tengah. Mungkin orang ga tau, dimana sih Purworejo? Tapi gue ingin membuka mata mereka bahwa Purworejo itu ada dan nyata. Gue bangga sebagai masyarakat di sini, walaupun banyak terjadi korupsi yang menjadikan Purworejo cukup tertinggal. Mungkin banyak hal yang perlu diperbaiki, dan mungkin moral para penguasa di daerah ini yang perlu dipertanyakan. Tapi gue yakin, suatu saat nanti dengan adanya generasi muda yang punya pandangan lebih maju, dewasa dan unik, mereka dapat mengubah Purworejo dan bangsa ini menjadi bangsa yang disegani di mata masyarakatnya dan dunia.
Kembali lagi ke topik. Memang bangsa ini tak sempurna. Banyak masalah yang memalukan. Tapi gue sering heran sama orang-orang, mereka hanya bisa menyalahkan sistem, menyalahkan keadaan. Padahal, untuk membuat dan melaksanakannya itu sangat sulit. Memang susah untuk menjadi Leader, apalagi mengurusi bangsa yang besar dan masyarakat yang banyak ini. Jadi, marilah kita memulai menghargai segala apa yang telah dilakukan mereka. Tapi janganlah juga kita terlalu mengeluh-eluhkan mereka.
Banyak hal yang dapat menjadikan bangsa ini besar. Pertama, kita kenali dulu apa yang ada di bangsa ini, apa yang dibutuhkan di bangsa ini, dan apa yang menjadi masalah dan solusinya. Kedua, kita harus punya action untuk mewujudkan itu semua. Jiwa yang selalu ingin merubah dan memperbaiki menjadi lebih baik, jiwa yang ingin selalu berjuang, dan jiwa yang selalu optimis, akan mengubah Indonesia saat ini juga.