Nama : Sundari
NRP : A24100045
Departemen : Agronomi dan Hortikultura/Fakultas Pertanian
Tidak Ada yang Mustahil
Kehidupan itu akan terus berjalan sampai nanti ketika dunia ini telah kehilangan kemampuannya untuk melindungi umat manusia dan isinya. Saat itu pula, usaha untuk lebih baik, lebih maju, dan lebih, dalam segala aspek kehidupan akan terus ada. Itulah ibarat kehidupan saya, keluarga saya, orang-orang di dekat saya, dan Bidik Misi.
Kala itu, tak pernah ada impian untuk melanjutkan ini semua dan tak ada lagi yang memberikan lagi sebuah harapan dan dorongan kecuali keluarga. Rasa putus asa dan menyerah seakan menjadi bayang-bayang yang terus menari indah di pikiran ini. Ingin rasanya membuang jauh-jauh rasa itu dan menggantinya dengan semangat baru. Semangat yang akan membawa sebuah perubahan besar, semangat tanpa rasa lelah yang akan terus dikobarkan, dan semangat untuk sebuah impian dan harapan.
Terus terbayang kala harus berbagi tempat tidur, terbayang kala harus berjuang keras mencari tambahan untuk makan hari itu, terbayang kala harus berjuang malawan terik matahari dan hujan ketika berangkat ke sekolah dengan sepeda, tebayang kala harus mencari surat keterangan tidak mampu dari kelurahan untuk mendapatkan keringanan biaya SPP, dan masih terus terbayang kegigihan orang tua kala harus merawat anak-anaknya dan membuang rasa lelah demi kehidupan yang lebih baik. Andaikan semua orang dapat merasakan itu semua, mungkin tak akan pernah ada rasa sombong, angkuh, dan akan ada rasa saling memiliki, memberi, dan rasa kebersamaan yang diidamkan setiap umat di dunia ini.
Undangan USMI dari IPB tiba di SMA Negeri 2 Purworejo ketika saya duduk di bangku kelas XII IPA. Kesempatan itu tak saya sia-siakan. Berbekal uang tabungan yang saya kumpulkan, saya memberanikan diri untuk mendaftarkan diri. Belum terpikirkan masalah pembayaran biaya masuk IPB. Yang ada hanyalah doa dan harapan diterima di IPB.
”Selamat, Anda diterima di IPB dengan Departemen Agronomi dan Hortikultura”, begitulah kalimat yang diucapkan guru BK di sekolah. Rasa senang bercampur sedih terus ada. Rasa senang kala diterima di IPB dan rasa sedih kala diharuskan membayar sejumlah uang. Ingin rasanya melepaskan IPB dan hanya menjadi seorang buruh tani di sana, membatu Bapak dan Ibu yang telah ringkih menghadapi kerasnya kehidupan. Tetapi ada sebuah kalimat yang terus terngiang di benak ini, yaitu, ”Jangan pernah lepaskan kesempatan ini nak, kalau rezeki, nanti Allah juga akan menggantinya dengan yang lain,”itulah kalimat yang terucap dari bibir seorang ibu sambil terus memeluk erat tubuh ini. Rasa semangat ini kembali muncul,walaupun ada sedikit rasa pesimis dalam hati.
Ada seorang sahabat yang memberi tahu akan adanya Beasiswa Bidik Misi. Bidik Misi, sebuah beasiswa yang dikeluarkan DIKTI dan baru pertama kali dirilis. Saya mencoba mendaftarkan diri bersama dua teman saya, Tri dan Mutiono. Mencari surat-surat, baik dari kelurahan ataupun kecamatan, dan merelakan waktu demi pendaftaran Bidik Misi. Tidak berhenti begitu saja perjuangan saya. Setelah melakukan pengiriman persyaratan Beasiswa Bidik Misi, saya juga harus bekerja lebih giat lagi. Menjadi pelayan toko, penjaga toko HP, ataupun menjadi buruh cabai dan bayam pernah saya lakukan. Sedikit demi sedikit, saya kumpulkan uang untuk menambah tabungan disaat saya jauh dari orang tua. Entah berapa yang didapatka kala itu, yang penting dapat sedikit meringankan beban Bapak dan Ibu.
Enam belas Mei 2010, surat saya terima dari IPB, yang isinya saya diterima sebagai penerima beasiswa Bidik Misi. Rasa haru dan senang bercampur menjadi satu. Sebuah impian kecil sudah digenggaman tangan, tinggal menjalani impian-impian lain yang belum didapatkan. Impian-impian penuh harapan dan impian-impian yang didoakan oleh sesosok bidadari, yaitu orang tua.
Perjalanan Pertama untuk Meraih Sebuah Impian
Kereta ekonomi tujuan Stasiun Pasar Senen saya tumpangi saat pertama kali akan ke IPB. Sendirian tanpa pendamping dan hanya ditemani barang-barang pribadi yang jumlahnya lumayan sedikit. Turun di Stasiun Jatinegara dan dijemput oleh kakak ipar kala itu, dan langsung menuju ke Bogor sebelum esok hari melakukan registrasi berkas-berkas. Senang, itulah yang saya rasakan kala itu karena telah menjadi seorang keluarga baru di Institut Pertanian Bogor.
Kesan pertama yang saya rasakan adalah sungguh megah dan besarny IPB ini. Ketika memasuki area asrama, sesak penuh mobil pengantar calon mahasiswa yang ditemani orang tua. Sedangkan saya? Hanya seorang diri setelah ditinggal kakak saya. Ingin rasanya menangis, tapi apalah daya. Keterbatasan biaya transportasi yang menjadi kendala. Dalam hati, saya pasti bisa mandiri dan melihat kedua orang tua tersenyum.
Hari demi hari saya jalani di IPB. Banyak teman yang saya kenal. Banyak budaya yang saya pelajari, dan keberagaman kepribadian yang telah saya temui. Saat itu saya mulai tersadar betapa pentingnya kedewasaan itu, baik menghadapi masalah ataupun menghadapi keberagaman yang ada di sekeliling. Di sini, saya juga bertemu dengan para penerima beasiswa Bidik Misi lainnya. Mereka sungguh orang-orang luar biasa yang telah diciptakan Tuhan dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Dalam hal ini, saya mengambil pelajaran bahwa ternyata saya masih sedikit beruntung dibandingkan orang-orang lain di luar sana. Saya masih dapat melanjutkan pendidikan disaat bayak orang-orang tidak dapat sekolah. Kesadaran betapa pentingnya pendidikan itu mulai saya rasakan. Adanya pendidikan dengan kualitas yang baik, menciptakan sumberdaya manusia dengan kualitas yang baik pula.
Menjadi seorang aktivis petani dan anak, itulah salah satu impian yang muncul setelah saya menjalani berbagai rangkaian kehidupan dan kegiatan selama di IPB. Bertemu dengan orang-orang yang mempunyai pandangan yang sungguh luar biasa.
Orang-orang Luar Biasa
Acara Kewirausahaan BEM TPB IPB, itulah yang saya ikuti. Di acara ini, saya bertemu dengan tiga rekan saya dan sampai sekarang telah menjadi sebuah keluarga kecil. Riswan, Budi Firman, dan Dhea, orang-orang yang mempunyai semangat bisnis. Saya memulai bisnis dengan mereka ketika TPB. Kami bersama-sama mencari uang dengan berjualan makanan-makanan ringan dan dikumpulkan uangnya untuk diputarkan kembali. Akhirnya, dengan uang Bidik Misi kami mempunyai sebuah perusahaan kecil bernama Rumah Jamur. Disini, kami melakukan budidaya dan pengolahan jamur. Hasil olahan berupa puding jamur dan jamur krispi kami jual sendiri, dan keuntungannya kami gunakan untuk menambah uang saku kami. Satu lagi yang dapat diambil hikmahnya, yaitu tidak terlalu mengandalkan uang bulanan dari Bidik Misi. Kita dapat melakukan hal-hal seperti ini, karena dengan ini kemandirian dan kedewasaan akan terbentuk. Di sini, saya juga belajar tentang sebuah manajemen bisnis, kepemimpinan, manajemen keuangan, produksi, dan pemasaran. Dan hasil sebuah perjuangan berat ini, kami dapat memperluas jaringan usaha ini dan terus merambah hingga ke pelosok-pelosok kampus.
Semua itu diawali dari sebuah hal-hal kecil. Dengan ikhtiar dan doa, semua yang tidak mungkin akan menjadi mungkin. Semua yang awalnya hanya sebuah angan yang mungkin kadang tidak akan masuk akal, akan benar-benar terjadi. Sungguh Tuhan akan selalu disamping kita dikala kita selalu dekat dengannya. Dalam hidup ini, ”tidak ada kata mustahil” selagi kita mampu untuk berjuang, berusaha, dan berdoa. Yang ada hanyalah ”belum tercapai” dengan apa yang kita dambakan.
Beasiswa Bidik Misi sangat membantu kami. Tak ada dia, mungkin kami tak di sini. Kami mendapatkan pelayanan yang sungguh luar biasa. Tetapi, mungkin kami juga terlalu dimanja hingga akhirnya kamipun terlena. Disaat uang Bidik Misi yang dikirimkan perbulan tak keluar, kami merasa bingung dan berpikir, kami mau maka apa besok? Tapi menurut hati saya pribadi, tak ada gunanya terus mengeluh dan bahkan hanya mengandalkan beasiswa Bidik Misi. Harus ada sebuah perubahan, supaya rasa manja tersebut hilang. Misalnya kita dapat menabung sebagian uang beasiswa, kita dapat menggunakan sebagian uang beasiswa kita untuk membuka suatu usaha baru yang kreatif dan inovatif, ataupun menggunakan sebagian uang beasiswa untuk membantu orang-orang di sekeliling kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar